Kusna Bertemu Tuhan
Sore itu gemerlap petir menyambar pohon pisang, saat Kusna dan ayahnya berteduh dibawah rimbunnya pohon mahoni disamping sungai besar yang membelah kampungnya. Mata anak itu sayu, lelah dan lapar serta ketakutannya akan suara petir yang keras membuat seluruh badannya was-was. Ayahnya dengan agak bungkuk-bungkuk menggendong gadis kecilnya mengusap pipi gempal yang berlinang air mata. Gadisnya lapar dan takut. Sore itu juga, ia tak mendapat sesuap nasipun dari ibunya. Maka ia menemui ayahnya yang memancing di sungai besar yang membelah kampungnya itu. Bukan karena Kusna tak mau makan, melainkan tak segenggam nasipun dimiliki keluarga itu. Ibunya bekerja sebagai buruh pabrik kecil, sedangkan ayahnya mantan kuli tambang yang kini menjadi sopir becak kayuh. Kusna sudah terbiasa untuk tidak makan, dan menangis. Menangisnya macam-macam, ada karena ia dihajar oleh ibunya, ada karena ia sendiri telah merasa lelah dengan hidupnya yang baru 5 tahun, ada ia lapar dan capek harus berjalan k